Pages

23 Desember 2012

Ayah dan Susu Tumpah

Aku masih merekam kejadian itu. Saat itu aku masih berusia 1 tahun 10 bulan. Ketika itu, ibu sedang dalam masa-masa persalinan. Yahh. . .aku masih kecil, belum peka keadaan dan situasi. Aku hanya tahu kalo ibu mau melahirkan seorang adik bayi. 

Entahlah, saat itu aku merasa diabaikan dan tidak diperhatikan sama sekali. Ayahku sibuk mengurusi ibu. Aku dititipkan sementara di rumah budhe yang tidak jauh dari rumah. Hari-hariku hanya ditemani budhe (kakak perempuan ibuku) dan sesekali om-ku juga menemaniku.

Suatu sore di rumah, aku ingin minum susu. Lalu ayah membuatkanku sebotol susu. Tapia pa yang terjadi selanjutnya? Aku tidak meminum susu itu. Aku tumpahkan semua isinya. Lalu aku ratakan tumpahan susu itu di lantai. Tiba-tiba ayah datang, menggendongku, lalu membawaku ke kamar mandi. Aku disiram dengan air. Namun anehnya, aku tidak menangis sama sekali. Aku diam saja. Sampai akhirnya pengasuhku datang dan menghentikan ayahku. 

Ayahku tidak jahat. Aku yang salah. Seharusnya aku meminum susu itu. Tapi aku ingin protes. Dan susu itu menjadi bentuk protesku. Mengapa akhir-akhir ini ayah tidak memperhatikan aku? Mengapa ayah lebih memperhatikan adik bayi kecil? Mengapa aku sering ditinggal menjenguk adik?
Ayah mungkin lelah saat itu. Maafkan aku ayah, aku tidak tahu. Seharusnya aku meminum susu buatan ayah itu. Seharusnya aku mengerti kondisi ayah. Seharusnya aku tidak membuat ayah marah. Maaf ayah…

*ditulis pada tanggal 1 Desember 2010. Akhirnya dipost juga setelah dua tahun mengendap di pojokan folder laptop :D

22 Desember 2012

Short Story From Melaka #5

Surat Cinta Untuk Ibuk

Teruntuk ibu tercinta di seberang sana. Semoga Allah selalu menaungimu dengan cinta dan kasih-Nya.

Assalamu'alaikum wr.wb.
Ibuk, bagaimana hari-harimu disana? Sehat buk? Masih tetap semangat mengajar di sekolah kan buk?
Ibukku yang paling cantik sedunia, akhir-akhir ini aku sering bermimpi tentangmu, Buk. Apakah ibuk baik-baik saja disana? Semoga Allah selalu melindungimu, ibuk sayang.
Rasanya baru beberapa waktu yang lalu ibuk mengajarkan aku membaca alif-ba-ta-tsa dan A-B-C.  Rasanya baru kemarin aku ditimang-timang ibuk, dibuatkan susu, dimandiin ibuk, dianter pergi ke TK pas hari pertama masuk. Rasanya baru beberapa hari yang lalu ibuk mengambilkan raportku dan selalu tersenyum walaupun hasilnya tidak sesuai yang ibuk harapkan. Rasanya baru beberapa saat yang lalu ibuk mengantarkan aku ke asrama dan berusaha untuk menahan tangis saat meninggalkanku disana.
Ibuk, sudah banyak perjalanan hidup yang ibuk lewati hingga usiamu yang setengah abad. Merasakan kebahagiaan saat menerima lamaran seorang laki-laki yang kelak menjadi imam keluarga. Merasakan kebahagiaan saat seorang aku dan adik lahir. Saat melihat aku dan adik tumbuh hingga saat ini. Pun merasakan kesedihan saat harus merawatku dan adik di Rumah Sakit. Kesedihan saat berbulan-bulan merawat ayah karena sakit jantung. Namun, ibuk tidak pernah menunjukkan kesedihan itu. Ibuk masih bisa tersenyum saat aku dan adik sakit. Saat ayah sakit. Bahkan ibuk masih bisa menghibur kami dengan lelucon khas ibuk. 
Aku masih ingat saat itu, saat ibuk curhat pertamakalinya kepadaku. Hingga aku bahkan bisa merasakan kesedihan ibuk. Perasaan kesedihan yang sama pada setiap wanita jika berada pada kondisi yang ibuk alami saat itu. Aku menangis hingga tidak bisa mengeluarkan kata. Bahkan huruf 'A' pun rasanya susah keluar dari mulutku. Tapi ibuk malah memelukku dan menenangkanku. Ibuk masih saja berkata "sudah nangisnya jangan berlebihan. Nggak baik, mbak. Allah pasti memberikan solusi yang terbaik untuk ibuk dan kita semua. Tugas ibuk adalah berusaha memperbaiki. Selanjutnya serahkan ke Gusti Allah." 
Ibuk, sungguh engkau adalah perempuan terhebat di hidupku. Sumber inspirasi terbesar bagiku. Titi (panggilan saya untuk eyang putri) pernah bercerita "mbiyen Titi ndak maringi ijin kuliah nang ibukmu, Nduk. Tak kongkon kerjo ae, wong mbiyen Mbahkung akeh utange, duwite ndak enek gawe kuliah. Tapi, ibukmu panggah dipekso, dikongkon pakpuhmu sinau gawe ujian masuk Perguruan Tinggi'. Dasare ibukmu seneng sinau. Trus pakpuhmu panggah mekso Titi ngijini ibukumu kuliah. Yo bismillah mugo niate thollabul 'ilmi diparingi ridho teko Gusti Allah (dulu Titi tidak memberikan izin kuliah ke ibukmu, Nduk. Titi suruh ibukmu bekerja saja, karena dulu Mbahkung dulu banyak hutang, tidak ada uang buat kuliah ibukmu. Tapi, ibukmu terus dipaksa, disuruh sama Pakpuhmu belajar untuk ujian masuk Perguruan Tinggi. Memang dasarnya ibukmu senang belajar. Trus Pakpuhmu maksa Titi untuk ngasih ijin ibukmu kuliah. Ya bismillah, semoga niatnya thollabul 'ilmi diridhoi Gusti Allah)."
Ibuk, suatu saat nanti aku ingin seperti dirimu. Menjadi seorang ibu yang lemah lembut saat kami butuh kehangatan. Menjadi seorang ibu yang tegas saat kami butuh teguran. Menjadi ibu yang tough saat harus menggantikan posisi ayah. Ibuk tidak hanya menjadi ibu kami tetapi juga ibu bagi murid-murid ibuk di sekolah. Ibuk tidak pernah lelah mendengarkan curhatan murid-murid ibuk. Bahkan ibuk sudah seperti ibu kandung bagi mereka, menggantikan ibu mereka yang pergi ke luar negeri demi sesuap nasi. 
Sungguh mulia dirimu, ibuk. Ibuk rela tidak membeli baju baru, handphone baru, sepatu baru demi uang kuliahku dan uang sekolah adik, demi menjaga asap dapur tetap mengepul, demi membahagiakan kami.
Suatu ketika ayah pernah bercerita "mbak, ibuk itu sumber inspirasi ayah. Menjadi suami ibuk adalah kebahagiaan yang Subhanallah tidak bisa diukur nilainya. Kenapa? Karena ibuk sangat menjaga kehormatannya sebagai istri dan perempuan, yang segala sesuatu dalam hidupnya hanya untuk Allah. Ayah sungguh beruntung bisa menjadi imam seorang ibuk. Bahkan hanya dalam tiga kali bertemu ayah yakin bahwa ibuk adalah calon pendamping yang insyaallah sholihah bagi ayah dan anak-anak ayah nanti."
Semoga Allah selalu memberikan kesehatan kepadamu, ibuk. Selalu menjagamu dalam siang dan malam-Nya. Selalu memelukmu dalam kehatangan ridho-Nya. Barokallahu fii 'umriikum, wa fii hayatikum ibuk. Selamat berusia setengah abad ibuk. Cantikmu akan selalu berpendar dan terpancar dalam senyum cintamu ibuk sayang. 

Melaka, 23 Desember 2012
Salam peluk cium dari ananda di rantau :)
 

2 Desember 2012

Emak

Aku meringis ketika melihat persediaan beras Emak yang tinggal sedikit. Kalender yang menggantung di dinding dapur menunjukkan tanggal sepuluh. Masih awal bulan, tapi beras tinggal sedikit. Batinku. Sejujurnya aku ingin membantu Emak, tapi aku hanyalah anak kecil ingusan yang tak tahu apa–apa soal dapur dan isinya. Yang aku tahu hanyalah berangkat sekolah di pagi hari, lalu siangnya ke sawah dan sore hari ke surau pak Kaji.
Emak adalah perempuan tangguh dan tahan banting. Emak tidak pernah sama sekali mengeluh tentang kondisinya yang serba kekurangan. Emak tidak seperti aku yang sering berkata ‘Seandainya saja’. Emak tidak pernah sama sekali menangisi hidupnya yang terlampau kejam terhadapnya.
“Duuuuuul . . . . . . jaga adikmu! Emak ingin ke rumah bu lurah sebentar. Ono urusan (ada urusan). Kau jangan pergi kemana – mana!” perintah Emak sambil tergesa – gesa.
“Ada urusan apa, Mak? Sepertinya penting sekali,” aku memandang Emak dengan penuh tanya. Tidak biasanya emak seperti ini.  Biasanya jika Emak pergi selalu menyuruh aku untuk ikut serta. Namun kali ini Emak malah menyuruhku tinggal di rumah menjaga adikku, Buyung, yang masih berusia delapan belas bulan.
Awakmu sih cilik, Dul (kamu masih kecil, Dul). Ora perlu ngerti (tidak perlu tahu) . Wis..Emak pergi dulu. Hati – hati kau di rumah. Assalamu’alaikum,” pamit Emak sambil menyambar tas hitam besar kebanggannya. Kata Emak jika beliau memakai tas hitam besar itu, beliau tak kalah gengsi dengan istri pejabat. Ahh…Emak ada – ada saja.
Namun, tas itu memang bersejarah bagi Emak. Tas hitam merek GUESS imitasi itu adalah hadiah dari Bapak tiga tahun yang lalu, saat pulang dari Taiwan, tempatnya menjadi TKI.
Ya. Bapakku adalah seorang TKI. Aku tidak tahu Bapak TKI legal atau illegal. Yang kutahu hanyalah Bapak kerja di sebuah perusahaan di sana. 

Tujuh tahun yang lalu . . .
“TKI??? Arep dadi TKI (mau jadi TKI) ? Gawe opo, Pak (untuk apa, Pak) ?” Emak memandang Bapak dengan mimik muka yang susah ditebak. Antara terkejut dan heran. “Lalu, bagaimana denganku dan Abdul, Pak? Apa Bapak tega meninggalkan aku dan Abdul? Apa pekerjaan sebagai sopir bis masih kurang?” Emak memberondong Bapak dengan pertanyaan yang bernada memojokkan. Namun, bapak hanya diam. Tidak satupun kata keluar dari mulut Bapak. Esoknya Bapak menenteng tas besar. Menunjukkan keseriusan niatnya. Emak hanya diam sambil sesekali menyeka bulir – bulir air mata yang jatuh ke pipinya.
Saat itu aku masih berusia tujuh tahun. Namun ingatanku tentang kejadiaan itu masih sangat lekat. Kejadian saat bapak pergi bekerja menjadi TKI.
Lima tahun kemudian bapak pulang ke kampung. Memang selama lima tahun itu, Bapak selalu mengirimkan uang yang berlebih. Tapi aku merasa tidak pernah mendapat kasih sayang dari seorang ayah yang seharusnya aku dapatkan.
Saat pulang, Bapak hanya tinggal selama dua minggu. Waktu yang sangat singkat bagiku, mengingat Bapak telah meninggalkan kami selama tiga tahun. Dan hanya terbayar dengan dua minggu saja. Di rumah pun, Bapak selalu sibuk kesana kemari. Pagi – pagi berangkat dan baru datang setelah adzan isya’ berkumandang. Saat aku tanya mengapa Bapak jarang di rumah, Bapak hanya menjawab ono urusan, kowe ora perlu ngerti, sih cilik (ada urusan, kamu tidak perlu tahu, masih kecil).
Lalu tiba – tiba, Bapak sudah berkemas untuk kepulangannya ke Taiwan. Ahh, Bapak…andaikan Bapak tahu aku sangat merindukannya. Tapi saat itu aku masih kecil, tidak tahu menahu tentang urusan orang tua dan tidak mau tahu. Selain itu Bapak bukan tipe seorang ayah yang romantis, yang ingin dipeluk anaknya ketika pulang dari bekerja. Bapak adalah seorang yang keras, egois, dan pelit bicara tapi ulet dalam bekerja, watak khas orang Madura.
***

8 November 2012

Short Story From Melaka #4

Melaka Go GreenTech

Hello :)
Tak terasa sudah hampir tiga bulan saya berada di Melaka, salah satu kota warisan di Malaysia selain Georgetown,Penang. Selama dua bulan ini banyak sekali pengalaman baru yang saya dapat hingga saya bingung merangkainya menjadi satu cerita. Beginilah saya, apabila mood menulis sedang bagus maka apapun saya tulis, sebaliknya apabila mood menulis sedang buruk maka saya merasa kepala saya penuh dengan ide-ide yang kusut seperti tidak bisa dituangkan dalam bentuk kalimat. 
Dari Melaka ke negeri Pahang, singgah di Johor beli berangan
Quote di atas adalah cuplikan lirik lagu yang berjudul 'Joget Pahang'. Bukan, saya bukan mau cerita tentang Pahang. Tapi saya ingin menceritakan tentang salah satu negara bagian di Malaysia, Melaka. Pernah dengar Selat Melaka? Melaka di buku pelajaran Sejarah SD-SMA pasti sangat famous karena seringkali disebut. Bandar Melaka merupakan salah satu bandar paling ramai di Asia Tenggara pada masa penjajahan VOC dulu. Melaka merupakan negara bagian terkecil ketiga di Malaysia setelah Perlis dan Penang. Banyak tourism place yang berbau vintage di Melaka, ada Stadhuyst Museum, Christ Church, St. Francis Xavier Church, St. Paul Church, bisa juga menikmati indahnya Sungai Melaka dengan Malacca Rivercruise, Little India, Chinatown, Jongker Walk di malam hari ataupun hanya keliling kota dengan bas Panorama Melaka seperti foto-foto pada postingan sebelumnya. 


Malacca Map. Souce: http://www.melaka.net/images/malaysia_map.gif
Menurut saya, Melaka merupakan negara bagian Malaysia yang sangat strategis karena dekat dengan Kuala Lumpur dan Singapore. Dari Melaka menuju Kuala Lumpur hanya membutuhkan waktu 2 jam. Begitu juga perjalanan Melaka-Singapore hanya membutuhkan waktu sekitar 3 jam dengan menggunakan bus. Bisa dilihat di peta di atas bahwa jarak Melaka-Kuala Lumpur tidak begitu jauh. 

Perlu diketahui, negeri bagian Melaka sangat concern terhadap Green-Technology dengan dibuktikan pada tanggal 16 Mei 2011, kerajaan Melaka membentuk sebuah komite yang diberi nama Majlis Teknologi Hijau Negeri dengan visi 'Melaka Maju Negeriku Sayang, Negeri Bandar Teknologi Hijau'. 

Visi GreenTech yang diusung Kerajaan Melaka banyak terpasang di jalanan

Disini sudah diberlakukan peraturan 'Free Plastic Bag' yaitu kebijakan dari pemerintah untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Jadi jangan heran kalo pergi ke pusat perbelanjaan dan mbak-mbak kasir tidak menaruh belanjaan pada kantong plastik :D
Saat ini kerajaan Melaka sedang melakukan program pembangunan kawasan baru yang memiliki konsep GreenTech. Konsep ini dikenal sebagai Bandar Hijau Hang Tuah Jaya dengan tujuan untuk mengurangi pencemaran, menciptakan kualitas udara yang baik, serta penggunaan sumber tenaga alternatif yang ramah lingkungan. 

Lalu jangan kaget juga kalo sedang berjalan dan banyak mata tertuju pada Anda. Karena disini jarang sekali orang berjalan, kebanyakan mereka menggunaka kereta atau mobil sebagai transportasi mereka. Bahkan bisa dipastikan setiap rumah pasti memiliki minimal satu kereta. Karena disini kereta bisa dibeli menggunakan sistem kredit sampai 9 tahun. WOW! Namun inilah yang disayangkan, seharusnya pemerintah juga menyediakan fasilitas bagi pejalan kaki, mengingat kerajaan Melaka sudah menetapkan visi untuk GreenTech. Mungkin saran ini bisa dijadikan PR bagi kerajaan Melaka demi keberhasilan visi GreenTechnology :)

Nantikan cerita selanjutnya tentang kampus saya di sini, Universiti Teknikal Malaysia Melaka.. See you 

References:
Official Website Majlis Teknologi Hijau, http://www.melakagreentech.gov.my/, accessed at 7 Nov 2012
Bandar Hijau Hang Tuah Jaya, http://www.melakagreentech.gov.my/inisiatif-hijau/bandar-hijau-hang-tuah-jaya/, accessed at 7 Nov 2012
Official Portal Melaka State Government, http://www.melaka.gov.my/index.php/bi/government.html, accessed at 7 Nov 2012
Malacca-Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Malacca, accessed at 7 Nov 2012

Short Story From Melaka #3

Actually, I have a lot of ideas in my brain but I am getting disease called 'laziness'. I know I suppose to say sorry for being a really bad blogger, I'm really lazy on blogging today. I guess I have to accept the reality that I am really s*cks at time management. Sorry for this messy grammar. Then, enjoy these photos please :)
Al Abraar Restaurant near Emerald Park
Roti Telor at Al Abraar Restaurant
Add caption

Christ Church Melaka
Me and my senior, mbak Tatbita near Christ Church Melaka

Victoria Fountain Melaka
Me and my friends also Shoen and her friend from Belgium in Stadthuys Museum


One of China restaurants near Jongker Walk street

This red building is called by Bangunan Merah 

Panorama Melaka bus. This bus is very clean, isn't it?
Panorama Melaka bus
Indonesian restaurant near Melaka Sentral Terminal



16 September 2012

Aku, Ayah dan Vespa

Aku selalu suka saat-saat dimana aku bersama ayah. Bersama ayah aku merasa nyaman. Bersama ayah aku aman. Karena ayah melindungiku.
Aku suka saat naik vespa bersama ayah. Saat aku berada di boncengan ayah. Aku bisa memeluk ayah dari belakang. Terasa hangat dan menenangkan. Aku suka bau jaket tebal ayah. Apalagi jaket tebal yang berwarna hijau. Empuk sekali rasanya. Ada bau harum parfum melon. Parfum kesukaan ayah.
Vespa ayah berwarna putih sedikit kebiru-biruan, seperti warna kulit telur asin. Ayah bilang, vespanya dibeli tahun 1995 bareng sama tahun kelahirannya adek. Vespa yang selalu menemani ayah selama bertahun-tahun menempuh jarak 20 km demi murid-murid ayah di sekolahnya. Ayahku selalu berangkat pagi-pagi dengan vespanya setelah sarapan dan minum kopi buatan ibu.
Tapi, sekarang vespa itu sudah pensiun. Vespa itu ditaruh di rumah om-ku. Menemani vespa hijau om-ku.  Kata ayah, biarkan si vespa dirawat om saja. Dia sudah kenyang dirawat ayah.
Oh ayah, aku rindu naik vespa bersamamu. Berangkat les, pulang les, kemana pun aku minta diantar, pasti selalu ada aku, ayah, dan vespa.
Dulu waktu masi belum ada mobil, aku, ayah, ibu, adik kemana-mana naik vespa ayah. Satu vespa untuk empat orang. Waktu aku sama adek masi kecil, kita berdua selalu diantar ayah pake vespa kalo mau les sempoa. Biasanya aku di boncengan sering ngantuk, ayah selalu kerasa kalo aku ngantuk. Trus biasanya ayah langsung nyubit tanganku yang meluk pinggang ayah. Kalo udah gitu, aku biasanya nggak ngantuk lagi.
Aku juga suka waktu aku sama adek pake baju kembaran, trus dibonceng ayah pake vespa. Habis itu diajak pergi ke rumah kakek-nenek dari ayah. Ihh….suka deh pokoknya.
Ayah…vespanya jangan dijual ya. Nggak papa dititipin ke om, tapi jangan dijual ya, Ayah. Nanti, biar aku bisa ngasih tau anakku. Sayang, itu vespa eyang. Dulu eyang nganter bunda pake vespa itu

7 September 2012

Short Story From Melaka #2


Second day, 25 Aug 2012

Saya terbangun pukul 10.30 waktu setempat. Entah kenapa ngantuk sekali rasanya hingga baru terbangun jam segitu. Setelah beres-beres dan mandi, kami bertiga alias saya, mbak bita, dan eca pergi mencari sesuap nasi demi keberlangsungan hidup #halah Akhirnya kami menuju kedai mamak di ujung jalan, nama kedainya adalah kedai KS 'Kenang Selalu'. Mungkin itu doa dari pemilik kedainya ya, biar kedainya selalu dikenang sama pengunjungnya. Setelah memilih menu, saya memutuskan untuk memesan ayam madu karena sepertinya makanan ini tidak pedas, maklum saya punya maag dan karena jauh dari kampung halaman saya tidak ingin mencari gara-gara bagi lambung saya. Untuk minumnya saya pilih Teh O C yaitu teh dicampur dengan susu, karena saya nggak ngerti mau pesen apa lagi :"
Makanan pun diantar ke meja kami,first impression 'ini ayam dilumurin madu beneran ya,kok ada kuah supnya,nggak nyambung'. Suapan pertama,rasanya lumayan sih. Nasi lemak yang gurih dicampur sama ayam yang manis, not bad lah. Tapi lama-lama berasa eneg juga. Kenyang bangeeet.. Rasanya sampe malem pun nggak bakal laper deh.
Nasi Ayam Madu


Suasana Kedai
 Setelah selesai makan kami kembali ke asrama untuk kembali istirahat. Toko-toko di sini masih banyak yang tutup, maklum masih suasana lebaran kali ya, jadi masih mager mau buka toko. Hanya ada tempat beli lotre dan internet cafe yang sudah buka. Kami mengamati jalan disini naik turun seperti bukit, pantas saja tak ada becak disini. Capek kali ya tukang becaknya kalo harus ngayuh becak naik turun bukit.

Oiya, sekedar informasi. Di sini ada air minum isi ulang sendiri pake mesin. Untuk harganya itu tiap isi 500ml bayar 10 sen. Murah meriah ya. Entah kenapa di sini rakyat sepertinya makmur sekali. Selama dua hari ini saya belum melihat ada orang yang minta-minta di pinggir jalan, pengamen di dalam bus pun juga nggak ada.

Siang-siang pas lagi asik nulis di laptop, tiba-tiba Eca ngajakin bolang. Boleh juga deh, pengen tau Melaka Sentral yang dibilang Pak Ip kemaren. Akhirnya kami bertiga pun bersiap untuk melancong. Serasa turis di sini. Sewaktu kami ingin melapor ke tempat satpam asrama, kami dikira orang bagian Trengganu. Katanya kami sama sekali tidak mirip dengan wajah orang Indonesia. Emang selama ini wajah Indonesia yang mereka kenal seperti apa ya -.-"

Kami menunggu bus di halte bus depan kedai mamak. Memang benar kata Pak Ip, disini bukan bus yang menunggu penumpang tetapi penumpang yang menunggu bus. Lama sekali kami menunggu bus hingga ada taksi yang lewat, sopir taksi menanyakan kemana kami akan pergi. Kami bilang ke Melaka Sentral. Lalu sopir taksi bilang 'Melaka Sentral 3 ringgit'. Kami berpikir lama sekali, sambil hitung-hitung. Setelah itu kami putuskan untuk meng-iya-kan tawaran sopir taksi tersebut. Di sini biasanya taksi disebut dengan 'teksi' atau 'kereta sewa'.

Akhirnya setelah muter-muter ga tau ke arah mana, kami bertiga nyampe juga di Melaka Sentral. Tujuan utama kami adalah mencari provider mobile phone di sini. Sebelum itu saya nyoba ngambil uang di 7Eleven, di sana ada ATM Bersama, saya pikir bisa ambil uang di sana. Alhamdulillah, ternyata bisa juga ambil uang di sini. Setelah itu kami keliling mencari tempat penjualan provider ponsel. Kami menuju sebuah kios kecil, di sana ada seorang laki-laki mungkin usianya di atas saya sedikit. Sewaktu kami menanyakan tentang provider yang sering digunakan disini, dia sempat bingung dengan bahasa kami. Kemudian dia menjelaskan dengan bahasa Melayu dan gantian kami yang roaming. Nggak paham apa maksudnya. Lalu dia mengambil brosur dari salah satu provider dan menunjukkannya kepada kami. Brosur tersebut digunakannya untuk membantu menjelaskan apa yang dia maksud. Akhirnya kami sedikit-sedikit paham, begitu juga si mas penjual tersebut. Setelah kami bertiga berifikir lama, akhirnya kami memutuskan untuk membeli salah satu provider dengan anggapan provider tersebut lumayan murah buat telepon ke Indonesia, SMS, sekaligus langganan BlackBerry full service selama 1 bulan.

Setelah urusan provider selesai, kami menuju surau/musholla untuk shalat ashar karena waktu setempat sudah menunjukkan pukul 17.00. Setelah selesai shalat, kami menuju ke pengkhidmatan bus domestik atau terminal bus dalam kota untuk kembali ke asrama kami. Setelah bertanya mana bus ke Bunga Raya (nama tempat tinggal kami), akhirnya salah seorang sopir menunjuk ke arah sebuah bus. Setelah itu kami naik ke bus tersebut dengan membayar uang sebesar 1RM. Lalu kami duduk di tempat duduk paling belakang, karena hanya itu tempat duduk yang tersisa.

Sungguh rasanya masih tidak percaya bahwa saya sekarang sedang berada di negeri orang, bukan Indonesia, bukan kampung halaman saya, Trenggalek. Saya jauh dari orang tua, bukan hanya sebatas Trenggalek-Surabaya tetapi Trenggalek-Melaka. Beribu-ribu syukur serasa kurang jika dibandingkan dengan nikmat yang Allah berikan kepada saya. Selama perjalanan saya mengamati ke luar jendela, banyak bangunan tua gaya Belanda yang masih apik.Kami melewati sebuah bangunan yang berwarna merah, banyak becak-becak yang dihias di sana. Rasanya ingin turun, tapi kami harus pulang karena hari hampir petang. Kami juga melewati kampus UTeM Bandar, Dataran Pahlawan, dan entah mana lagi. Karena sudah 2 jam kami di perjalanan dan kami belum menemukan halte dekat tempat tinggal kami, saya merasa ada yang janggal 'jangan-jangan kami salah bus', pikir saya saat itu. Dan saat melewati sebuah jalan yang rasanya tak asing, saya berbisik kepada sahabat saya, Eca,'Ski, ini bukannya bangunan Melaka Sentral ya?' lalu Eca menjawab 'bukan cim, ini bukan Melaka Sentral'. Namun setelah saya menoleh lagi ke sebelah kanan saya, ada tulisan 'Melaka Sentral' di atas bangunan itu. 'Ya ampun, iya cim. Ini Melaka Sentral ternyata. Jadi kita muter-muter trus balik lagi ke sini. Ya ampuun..,' Eca baru tersadar. Kami bertiga pun tertawa sendiri. Lucu sekali, pengalaman pertama naik bus langsung nyasar, muter-muter keliling Melaka. Untungnya kami tadi cuma membayar karcis sebesar 1 RM.

Akhirnya kami bertiga pun kembali bertanya kepada orang-orang di sekitar terminal, bus mana yang memiliki tujuan Bukit Beruang. Ternyata nama daerah kami bukan Bunga Raya, tapi Bukit Beruang. Hahahaaaa.. Akhirnya setelah penantian lama. Sopir bus yang menuju Bukit Beruang pun datang. Dan kami naik bus tersebut, berharap agar tidak salah bus lagi.

Pelajaran yang bisa diambil: Sudah bertanya masih sesat di jalan apalagi kalo malu bertanya